Komunalnews.com
Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, perang dagang antara
Amerika Serikat (AS) dengan China tidak berhenti meskipun dunia masih dalam
keadaan pandemi Covid-19.
“Kita melihat ekonomi
dunia masih mengalami ketidakpastian atau masih terjadi perang dagang antara
Amerika Serikat dan China. Kita melihat, bahwa pandemi Covid-19 tidak meredakan
perang dagang, namun ini terus berjalan,” tutur Airlangga dalam konferensi pers.
Menurutnya, menguatnya
tren proteksionisme di berbagai negara akibat pandemi Covid-19 juga turut
mengancam pemulihan ekonomi global. Menyusul, tidak meratanya kemampuan suatu
negara untuk memperoleh akses sumber pertumbuhan ekonomi.
Terakhir,
keputusan-keputusan yang dibuat World Trade Organization (WTO) dinilai tidak
ramah terhadap negara bekerja. Sehingga, perlu adanya reformasi di dalam WTO,
juga reform WTO belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh negara berkembang.
Meski adanya
ketidakpastian, Airlangga meyakini tren pemulihan perekonomian global terus
berlanjut di 2022. Hal ini ditandai dengan membaiknya kinerja perdagangan
sejumlah negara, termasuk Indonesia di sepanjang tahun ini.
“Sehingga, kita melihat
bahwa kontraksi (perdagangan) ini sudah relatif baik dan FDI (Foreign Direct
Investment) sudah mulai bergerak,” tutupnya.
Adapun, sebelumnya
tantangan pemulihan ekonomi nasional tidak hanya datang dari akar masalahnya,
penyebaran virus corona. Melainkan juga dipicu ketidakpastian geopolitik akibat
perang dagang yang dilanjutkan meski masih dalam suasana pandemi Covid-19.
Airlangga juga menilai
situasi geopolitik akan sangat mempengaruhi masa pemulihan ekonomi di kawasan
Indo-Pasifik. Mengingat saat ini Inggris, Amerika Serikat dan Australia
membangun koalisi baru dalam perdagangan internasional.
Menurutnya, perang
dagang yang dilanjutkan sangat mempengaruhi kondisi pemulihan di kawasan
Indo-Pasifik. Terutama kerjasama kaukus Inggris, Amerika Serikat dan Australia
meningkatkan temperatur (perdagangan) kawasan Indo-Pasifik.
Rencana tapering
off dari The Fed dan naiknya harga komoditas bisa menimbulkan krisis
energi dunia. Padahal belum lama ini harga-harga komoditas anjlok dan dalam
waktu singkat bisa meroket. Hal ini pun akan berdampak pada peningkatan subsidi
energi di Tanah Air.
“Dulu harga komoditas
sempat minus dan sekarang mengalami kenaikan yang cukup tinggi dan ini bisa
berdampak juga dk Indonesia,” imbuh Airlangga.
Komentar
Posting Komentar