Mantan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung
Tengah Taufik Rahman membeberkan proses pengurusan Dana Alokasi Khusus
(DAK) Tahun Anggaran 2017 Kabupaten Lampung Tengah dilakukan mantan Wakil
Ketua DPR Azis Syamsuddin dengan fee 8 persen via 'staf ahli'.
Itu disampaikan Taufik saat menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan suap
dengan terdakwa mantan penyidik KPK dari unsur kepolisian AKP Stepanus Robin
Pattuju dan pengacara Maskur Husain, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin
(1/11).
Taufik menuturkan pernah beberapa kali memberikan keterangan ke penyelidik KPK
pada tahun 2017 dan 2020 terkait DAK Kabupaten Lampung Tengah. Saat itu KPK
sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi di kabupaten tersebut.
Ia menjelaskan pada 2017 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah
mengajukan usulan tambahan anggaran untuk DAK 2017 ke pemerintah pusat. Taufik
menyiapkan proposal tersebut atas perintah Bupati Lampung Tengah Mustafa.
Dalam pengurusan proposal ini, Taufik dibantu oleh konsultan bernama Darius
yang membawanya kepada Aliza Gunado selaku orang kepercayaan Azis.
Taufik dan Aliza melakukan pertemuan di salah satu kafe di Bandar Lampung guna
membahas pengajuan DAK tersebut. Saat bertemu, tutur Taufik, Aliza menyatakan
bahwa jika ingin mendapat alokasi tambahan harus mengirim proposal ke
Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),
Bappenas, dan DPR.
"Aliza juga memperkenalkan diri bahwa dia orangnya Pak Azis
Syamsuddin," kata Taufik saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta
Pusat, Senin (1/11).
Taufik berujar Aliza menyampaikan bahwa dirinya bisa mengurus proposal DAK
dimaksud. Beberapa waktu kemudian, ia menyerahkan proposal yang sebelumnya
sudah dibuat ke Aliza di Gedung DPR.
"Proposal lama?" tanya jaksa.
"Iya. Waktu itu pengajuan proposal sekitar Rp300 miliar," jawab Taufik.
"Di DPR, Aliza apa pekerjaannya?" lanjut jaksa.
"Dia waktu itu ada ruangannya sendiri, staf ahli dari anggota MPR siapa
gitu. Dia staf ahli, tapi dia mengaku orang kepercayaannya Pak Azis. Dia minta
proposalnya," terang Taufik.
"Kami kasih proposal yang sudah kami kirim ke kementerian-kementerian,
sudah ada tanda terimanya, terus dia lihat, dia bilang proposalnya terlalu
besar nilainya, jadi dia minta tolong bikin proposal lagi yang besaran proposal
sekitar 130-an miliar," lanjut dia.
Taufik lantas pulang ke Lampung Tengah untuk melaporkan hal tersebut kepada
Mustafa. Namun, kata dia, Mustafa tidak mengenal orang Azis yang bernama Aliza.
Mustafa hanya mengenal Edi Sujarwo alias Jarwo sebagai orang kepercayaan
Azis.
Taufik kemudian mendapat kontak Jarwo dari Mustafa. Saat bertemu
Taufik dan Darius di kediamannya, Jarwo menekankan dirinya adalah orang
Azis yang bisa membantu mempertemukan diri kedua pihak.
"Seminggu kemudian pak Jarwo menghubungi, dia [Jarwo] bisa mempertemukan
dengan pak Azis. Waktu itu kami rencana berangkat ke Jakarta tanggal 20 Juli
dengan tujuan untuk bertemu pak Azis agar proposal pengurusan DAK bisa
disetujui," imbuh Taufik.
Jarwo, kata Taufik, memintanya menyiapkan uang Rp200 juta yang kemudian
diserahkan sebelum berangkat ke Jakarta.
Taufik menuturkan rombongan yang berangkat ke Jakarta ada dirinya, Darius,
hingga mantan Kasi Dinas Bina Marga Lampung Tengah Aan Riyanto. Mereka
diarahkan Jarwo untuk menginap di Hotel Veranda.
Pada malam harinya, Jarwo mengajak rombongan ke kafe milik Azis. Lantaran Azis
sedang ada rapat di Badan Anggaran (Banggar) DPR, kata
Taufik, Jarwo hanya menyerahkan uang itu melalui Vi, adik
Azis yang juga pengelola kafe).
Rombongan kemudian kembali ke hotel.
Pada 21 Juli, rombongan diajak Jarwo ke Gedung DPR. Di sana, mereka bertemu
Azis dan menyampaikan proposal alokasi tambahan DAK Kabupaten Lampung Tengah.
"Terus pak Jarwo menyampaikan ke pak Azis: 'Ini pak ada teman-teman dari
Lampung Tengah.' Waktu itu saya mau ngomong banyak, tapi pak Azis bilang
Lampung Tengah ya? 'Iya, pak. Masalah DAK'. Pak Jarwo yang jawab," tutur
Taufik.
"Dapat kayaknya kalau enggak salah 25 [miliar]," ucap Taufik
menirukan Azis.
"Pas disampaikan 25 nunjukkin catatan atau gimana?" tanya jaksa.
"Pak Azis itu ngeluarin catatan dari kantong, dia bilang kayaknya ada ini
Lampung Tengah 25. 'Nah, waktu itu, apa enggak bisa ditambah lagi?' 'Oh, ini
sudah tinggal ketok palu. Karena masih ada rapat pak Azis pergi, kami pulang.
Pas di jalan, pak Jarwo kasih tahu Lampung Tengah dapat 25," kata Taufik.
Setelah itu, Taufik bersama rombongan balik ke Hotel Veranda. Tak lama
kemudian, Aliza menghubunginya untuk mempermasalahkan alasan di tengah
jalan pihak Lampung Tengah memakai bantuan Jarwo bukan dirinya. Beberapa waktu
selanjutnya, Taufik dan Aliza bertemu di Hotel Borobudur.
"Akhirnya ketemu lah pas saya ke Hotel Borobudur, ketemu agak emosi.
Kenapa kok awal ketemu Aliza terus di tengah jalan ganti orang sama
Jarwo?" ucap Taufik.
"Saya kasih tahu ceritanya bahwa kami setelah ketemu kami lapor ke pak
Mustafa-- saya kan anak buah-- untuk nemuin pak Jarwo. Kalau kata Aliza Pak
Jarwo itu orang lapangan dia enggak ngerti masalah gini. Kalau masalah gini,
masalah yang agak teknis ini urusan saya [Aliza]," terang Taufik.
"Yang nyampaikan urusan uang ada?" lanjut jaksa.
"Enggak spesifik menyebut uang. Intinya itu. Saya bilang saya enggak ikut-ikut,
selesaikan aja lah antara pak Aliza dengan pak Jarwo. Setelah itu saya
pulang," imbuhnya.
Kemudian pada 22 Juli, Aliza menyambangi Hotel Veranda di mana Jarwo ikut
menginap bersama rombongan Taufik. Aliza dan Jarwo sama-sama menyampaikan bahwa
mereka telah berhasil mengurus DAK Kabupaten Lampung Tengah dan meminta
komitmen.
"Mereka bilang intinya mana komitmennya, saya bilang ke teman-teman,
gambaran awal kan dijanjiin dapat DAK 90-an miliar ternyata 25 [miliar]. Waktu
itu uangnya belum ada. Mungkin enggak terlalu banyak," kata Taufik.
"Gimana saksi tahu ada pengurusan uang fee?" tanya jaksa.
"Waktu ketemu Aliza dikasih tahu bahwa dia bisa membantu mengurus DAK itu
terus ada commitment fee 8 persen," jawabnya.
"8 persen dari Rp25 miliar sekitar berapa?" ujar jaksa.
"Sekitar Rp2 miliar. Awalnya kan [DAK] 90-an miliar tapi ketemu 25, saya
sampaikan Rp2 miliar. Begitu Rp2 miliar, mereka langsung nyiapin, waktu itu
belum cukup, Aan menghubungi staf yang lain untuk menyiapkan uang
[komitmen]," tutur Taufik.
Adapun sumber uang komitmen Rp2 miliar berasal dari Darius, para rekanan
proyek, hingga pegawai di instansi Kabupaten Lampung Tengah.
"Teman-teman ini yang menyerahkan ke Aliza," terang Taufik.
Sebelumnya, Aliza sempat mengaku tak tahu kaitannya dengan kasus Azis.
"Saya malah bingung karena saya sudah 3 tahun di Lampung meninggalkan
kegiatan politik di Jakarta, saya malah enggak tau apa kaitannya" kata
Aliza saat dihubungi, pada Maret 2021.
Duduk sebagai terdakwa dalam persidangan ini adalah Stepanus Robin Pattuju dan
Maskur Husain. Berdasarkan surat dakwaan, Robin dan Maskur mencapai kesepakatan
untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza asal diberi imbalan uang
sejumlah Rp2 miliar dari masing-masing orang yaitu Azis dan Aliza dengan uang
muka Rp300 juta. Namun, uang yang teralisasi baru mencapai Rp3,1 milyar
Komentar
Posting Komentar