SEPENINGGALAN Mahapatih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit semakin
lemah. Gajah Enggon yang diangkat Raja Hayam Wuruk setelah melalui sidang Dewan
Sapta Prabu, ternyata tidak mampu mengembalikan kejayaan Kerajaan Majapahit.
Pengangkatan Gajah Enggon sebagai Patih Mangkubumi hanya menegaskan fakta bahwa
Gajah Mada seorang sosok yang tidak tergantikan dalam sejarah Kerajaan
Majapahit. Inilah yang membuat Hayam Wuruk merasa kehilangan atas sosok Gajah Mada.
Dalam Kakawin Nagarakretagama, Gajah Enggon
dikatakan tidak mampu meneruskan kejayaan yang pernah ditorehkan Mahapati Gajah
Mada . Sebab selama Gajah Enggon menjabat selama 27 tahun hingga dia
wafatnya pada 1398, alih-alih kembali ke masa keemasan, Majapahit justru
terjerumus dalam konflik internal. Serangkaian perang saudara yang muncul mengancam
keutuhan Nusantara.
Pada masa kepatihan Gajah Enggon, muncul persaingan-persaingan dalam kerajaan.
Sebut misalnya Kedhaton Wetan bentukan Sri Wijayarajasa. Kedhaton Wetan muncul,
tidak lain untuk menyaingi Kedhaton Kulon yang sebelumnya dibentuk oleh Dyah
Hayamwuruk.
Tidak hanya persaingan tersebut. Dalam Pararaton,
disebutkan bahwa pada 1376, muncul "gunung baru" yang mengisyaratkan
terbentuknya keraton baru di Pamotan, yang terletak di timur Kerajaan
Majapahit. Keraton tersebut dipimpin oleh Bhre Wengker alias Wijayarajasa,
suami Rajadewi, yang diduga ingin menjadi raja Majapahit.
Karena tidak bisa meredam perasaingan, maka kemudian muncul pemberontakan dan
perpecahan yang berujung pada malapetaka perang saudara di Majapahit.
Dalam buku Darmawulan: Retaknya Mahkota Majapahit disebutkan bahwa Gajah Enggon
berpendapat pertikanan antara istana barat dan timur lebih merupakan persoalan
keluarga. Karena itu Mahapati Gajah Enggon tidak berani bertindak tegas. Ia
malah menunggu perintah langsung dari Dyah Hayam Wuruk.
Akibat keraguaannya, persaingan berujung pada perang saudara yang paling
terkenal, yaitu perang Perang Paregreg. Perang Paregreg yang terjadi pada
1404-1406 memang jauh setelah mahapati mangkat. Namun, benih-benih perang
saudara itu tumbuh subur di masa dia bertugas
Dalam bahasa Jawa Kuno, kata paregreg berarti
berjalan setahap demi setahap dalam tempo yang lambat. Perang Paregreg
disebabkan oleh perselisihan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana yang
kian memanas. Perang ini memperlihatkan bagaimana istana terbelah menjadi dua,
istana barat dan istana timur. Pertempuran terjadi antara istana barat yang
dipimpin oleh Wikramawardhana melawan istana timur di bawah pimpinan Bhre
Wirabhumi.
Bhre Wirabhumi adalah putra Hayam Wuruk dari selirnya
yang kemudian dinikahkah dengan Nagarawardhani, cucu Rajadewi. Setelah
Wijayarajasa wafat, Bhre Wirabhumi diangkat sebagai raja istana timur.
Sementara di istana
barat, takhta Hayam Wuruk diserahkan kepada menantunya, Wikramawardhana.
Ketegangan antara istana timur dan barat muncul saat Nagarawardhani diangkat
oleh Bhre Wirabhumi sebagai Bhre (Adipati) Lasem.
Sementara Wikramawardhana juga mengangkat istrinya, Kusumawardhani, sebagai
Bhre Lasem. Ketika Kusumawardhani dan Nagarawardhani meninggal pada 1400,
Wikramawardhana segera mengangkat menantunya, istri Bhre Tumapel, sebagai Bhre
Lasem. Setelah pengangkatan ini, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana terlibat
pertengkaran sengit.
Perang Paregreg yang dimulai pada 1404, berlangsung tahapdemi tahap. Perang
terkadang dimenangkan oleh istana barat. Pada tahap berikutnya, perang istana
timur. Dan kemudian perang Paregreg akhirnya dimenangkan oleh istana barat pada
1406, setelah pasukan yang dipimpin oleh Bhre Tumapel, putra Wikramawardhana,
berhasil menembus istana timur.
Bhre Wirabhumi sempat melarikan diri menggunakan perahu, tetapi dapat dikejar
dan dibunuh oleh Raden Gajah atau Bhra Narapati. Konflik ini mendatangkan
malapetaka di Kerajaan Majapahit hingga mengakibatkan terkurasnya keuangan
istana dan timbulnya korban jiwa.
Pada saat yang sama pula, karena Majapahit mengalami kemunduran, banyak
kerajaan di Nusantara yang sebelumnya tunduk kepada Majapahit, akhirnya
melepaskan diri.
Komentar
Posting Komentar