Komunalnews.com
Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit lahir di Tanjung Pandan, Belitung, pada 30 Juli 1923. Ayahnya, Abdullah Aidit, merupakan sosok terpandang karena pernah memimpin perlawanan pada Belanda dan menjadi anggota DPR sementara.
Aidit lahir dari lingkungan keluarga yang Islami. Ayahnya
pernah mendirikan perkumpulan keagamaan Nurul Islam yang berorientasi
kepada Muhammadiyah. Ketika lahir ayahnya memberi nama
Achmad Aidit.
Achmad Aidit merupakan anak sulung dari
enam bersaudara. Dua di antaranya adik tiri.
Di awal 1936, Achmad Aidit yang baru berusia 13 tahun
menyatakan niatnya keluar dari kampong. “Aku mau ke Batavia” katanya seperti
dikutip dari buku Aidit: Dua Rupa Wajah Dipa
Nusantara. Setibanya di Batavia, Aidit ditampung di
rumah seorang pegawai polisi bernama Marto di kawasan Cempaka Putih. Marto
merupakan kawan Abdullah.
DN Aidit awalnya ingin melanjutkan sekolah
menengah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Namun hal itu batal karena
waktu pendaftaran sudah ditutup. Ia beralih ke Middestand Handel School (MHS),
sebuah sekolah dagang di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.
Idealisme dan bakat kepemimpinan
DN Aidit lebih menonjol di antara kawan sebayanya di MHS. Pernah sekali ia
mengorganisasi kawannya untuk melakukan bolos massal demi mengantarkan jenazah
pejuang kemerdekaan, Muhammad Husni Thamrin, yang ketika itu akan dimakamkan.
Aidit tidak pernah menyelesaikan pendidikan formalnya di MHS, dia lebih aktif
di kegiatan luar sekolah.
Situasi politik ibu kota menarik bagi Aidit.
Ia bergabung dengan Persatuan Timur Muda (Pertimu) yang dimotori
oleh Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), di bawah pimpinan Amir Sjariffudin dan
Ahmad Kapau Gani. Di organisasi ini persinggungan DN Aidit dengan politik
makin menjadi-jadi. Bahkan Ia diangkat menjadi Ketua Umum Pertimu hanya dalam
waktu singkat.
Pada masa inilah ia memutuskan mengganti
namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Menurut adik-adiknya, pergantian nama itu
dilatarbelakangi perhitungan politik.
Perubahan nama tadi tidak langsung
diterima Abdullah, lantaran nama Achmad Aidit sudah kadung tercetak di
slip gajinya sebagai putra sulung keluarga itu. Perubahan ini akan menimbulkan
banyak persoalan jika nama itu mendadak lenyap dari daftar keluarga.
Abdullah dan Aidit berkirim surat beberapa
kali, hingga Abdullah menyerah. Mereka bersepakat, nama DN Aidit
baru akan dipakai jika sudah ada pengesahan dari notaris dan kantor Burgelijske
Stand-atau catatan sipil.
Sejak perubahan nama itu, tidak banyak orang mengetahui
asal-usul DN Aidit. Dia sering disebut sebut berdarah Minangkabau, dan “DN”
di depan namanya adalah singkatan "Djafar Nawawi". Hingga akhirnya
DN Aidit lebih dikenal sebagai seorang pemimpin Ketua Central Comitte
Partai Komunis Indonesia (CC-PKI) pada 1954.
Komentar
Posting Komentar