Komunalnews.com
"Koalisi mendesak Presiden dan DPR RI menghentikan operasi tempur dan pendekatan militeristik lainnya untuk menangani situasi keamanan di Papua," demikian kata koalisi sipil dikutip Selasa (18/4).
Menurut mereka, operasi tempur adalah pilihan kebijakan yang akan terus memproduksi kekerasan. Oleh sebab itu, mereka mendesak agar operasi dibatalkan.
Mereka mengatakan peristiwa baku tembak yang menewaskan prajurit TNI saat berupaya menyelamatkan pilot Susi Air Kapten Philips Mehrtens menjadi bahan evaluasi bagi Jokowi dan DPR terkait pendekatan keamanan militeristik yang selama ini dijalankan.
Berdasarkan data yang dirilis Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebanyak 22 prajurit TNI-Polri telah gugur sejak 2022 hingga kini. Dengan kata lain, gugurnya prajurit saat berupaya menyelamatkan Kapten Philips bukanlah satu-satunya peristiwa.
Koalisi sipil menganggap pendekatan keamanan militeristik yang dijalankan selama ini berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap masyarakat di Papua.
Koalisi sipil menilai evaluasi pendekatan keamanan militeristik harus dimulai segera dengan upaya penataan ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI menjadi salah satu agenda penting yang harus dilakukan.
"Selama ini, ada indikasi terjadi peningkatan jumlah kehadiran pasukan TNI yang semakin tidak proporsional seiring dengan terus dijalankannya pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar Papua," tutur Koalisi Masyarakat Sipil.
Jika dilihat dari sisi legalitas dan akuntabilitas, Koalisi Sipil menyebut pelibatan TNI dalam penanganan Papua memiliki banyak persoalan dan tidak sejalan dengan Pasal 7 Ayat (3) UU TNI.
Selain itu, hingga saat ini pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis terkait dengan pengerahan pasukan TNI ke Papua. Dengan demikian, dari sisi hukum, pelibatan militer tersebut dapat dikatakan ilegal menurut Koalisi Sipil.
Evaluasi operasi keamanan militeristik itu juga harus dibarengi dengan upaya konkret penghentian kekerasan di Papua salah satunya melalui jalan dialog damai bermartabat.
"Sudah saatnya Presiden dan DPR merealisasikan agenda dialog dalam penyelesaian masalah Papua dan bukan menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik," tutur Koalisi Masyarakat Sipil.
"Penggunaan pendekatan yang eksesif dan koersif hanya akan memperpanjang daftar pelanggaran HAM," ucap Koalisi Masyarakat Sipil.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono telah meningkatkan operasi di Papua menjadi operasi siaga tempur darat untuk menghadapi KKB.
Yudo mengatakan operasi ditingkatkan usai KKB melakukan penyerangan terhadap personel TNI pada 15 April. Ia menuturkan peningkatan status operasi ini bertujuan agar naluri tempur prajurit TNI terbangun.
"Tentunya dengan kondisi seperti ini, khususnya di daerah tertentu kita ubah jadi operasi siaga tempur. Di TNI, di Natuna sana ada operasi siaga tempur laut, nah kalau di sini ada operasi siaga tempur darat, artinya ditingkatkan," kata Yudo di Lanud Yohanis Kapiyau, Timika, Papua, dalam rekaman suara yang diterima, Selasa (18/4).
Komunalnews.com
Komentar
Posting Komentar