Komunalnews.com
Menghadapi bayangan berbagai risiko ketidakpastian global serta kondisi perekonomian nasional, Pemerintah selalu berusaha menyiapkan serangkaian strategi melalui bauran kebijakan fiskal dan moneter yang responsif.Salah satu kebijakan tersebut adalahh dengan pembentukan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendorong konsumsi rumah tangga, investasi domestik dan penciptaan lapangan kerja.
salah satu upaya dalam memenuhi aspek meaningful participation, Airlangga melakukan diskusi dengan sejumlah akademisi dan ahli dalam Konsultasi Publik mengenai Pelaksanaan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi UU, (8/02).
Akademisi dan ahli yang hadir yakni Dr. Sofyan Djalil, Prof. Ahmad M Ramli (Unpad), Prof. Satya Arinanto (UI), Prof. Nindyo Pramono dan Prof. Nurhasan Ismail (UGM), Prof. Basuki Rekso Wibowo (Unas), Prof. Aidul Fitriciada Azhari (UMKT), Prof. Faisal Santiago dan Dr Ahmad Redi (Univ Borobudur), Dr. Ibnu Sina Chandranegara (UMT), Dzulfian Syafrian, S.E., M.Sc., Ph.D. (INDEF), Asep Ridwan, S.H., M.H. (AHP Lawfirm).
“Pemerintah terus mendorong dalam bentuk Perppu Nomor 2 dan kemarin sudah dibacakan di paripurna DPR sehingga kita tinggal menunggu, selanjutnya tentu beberapa hal yang kami mohon yakni terus dukungan Bapak Ibu untuk mengawal proses Perppu ini agar bisa terus berjalan,” ucap Menko Airlangga.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Nurhasan Ismail mengungkapkan bahwa kegentingan memaksa dalam penetapan Perppu tidak harus dimaknai telah terjadi kondisi kegentingan memaksa tetapi dimaknai sebagai sikap antisipatif dan Perppu Cipta Kerja merupakan upaya antisipatif atas kondisi perekonomian dan kepastian hukum yang diperlukan dalam penciptaan lapangan kerja terutama dari sektor UMKM.
Dari konteks Hukum Tata Negara (HTN), Prof. Aidul Fitriciada Azhari juga menyatakan pandangan bahwa Perppu bukanlah bentuk otoriter Presiden karena harus diuji obyektivitasnya di DPR dan juga dapat diuji di MK. Tetapi hal tersebut merupakan bentuk pembatasan kewenangan. Selain itu, Prof. Faisal Santioago juga ikut berpendapat bahwa perlu dilakukan sosialisasi yang luas kepada masyarakat.
“Fungsi hukum selain untuk memberikan kepastian dan kemanfaatan juga berfungsi sebagai infrastruktur transformasi dan Perppu Cipta Kerja menjawab ketidakpastian dari UU Cipta Kerja pasca putusan MK pada Tahun 2021 lalu,” kata Prof. Ahmad M Ramli.
Substansi Perppu tersebut juga telah dilaksanakan oleh UU Cipta Kerja untuk memberikan manfaat yang nyata kepada masyarakat yakni proses perizinan yang lebih mudah, cepat dan kemudahan melakukan ekspor. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Sofyan Djalil.
Mereka semua berupaya mendorong DPR untuk dapat menyetujui Perppu Cipta Kerja dan menetapkannya dengan UU Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi UU sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Hal tersebut akan menguatkan aspek kepastian hukum atas Perppu Cipta Kerja yaitu mengatur kebijakan afirmatif untuk UMKM, kemudahan perizinan berusaha, pelaksanaan investasi melalui Lembaga Pengelola Investasi, keberlanjutan Proyek Strategis Nasional dan keterkaitan aspek ketenagakerjaan.
“Pemerintah menyampaikan terima kasih atas masukan dan dukungan dari akademisi dan ahli, serta mencatat seluruh masukan dan menjadi perhatian dalam pelaksanaan Perppu Cipta Kerja dan proses pembahasan RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja Menjadi UU di DPR. Pemerintah optimis DPR dapat menyetujui Perppu Cipta Kerja dalam rangka upaya untuk meningkatkan investasi dan perluasan lapangan kerja yang dibutuhkan dan untuk mengantisipasi dinamika dan ketidakpastian perekonomian global,” tutup Airlangga.
Komunalnews.com
Komentar
Posting Komentar