Komunalnews.com
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buka suara ihwal Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Presiden RI Kedua Soeharto.
Menurut Mahfud, Keppres itu bukan buku sejarah, sehingga harus mencantumkan nama pihak-pihak yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Namun, ia memastikan nama Soeharto tetap ada dalam sejarah peristiwa tersebut.
"Ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial terjadinya peristiwa, yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah, kalau buku sejarah tentu akan sebutkan nama orang yang banyak," kata Mahfud dalam keterangan video.
Mahfud menjelaskan, dalam Keppres itu hanya menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, nama Soeharto dan tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam sejarah itu memang tidak dicantumkan. Ia mengatakan, hal ini serupa dengan teks Prokolamasi Kemerdekaan yang ditandatangani Soekarno-Hatta.
"Sama dengan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, itu yang mendirikan negara banyak. Kalau bicara BPUPKI itu jumlahnya 64 orang, 60 anggota, ada ketua, wakil ketua, dan sebagainya, tapi hanya disebut dua orang proklamasi, yaitu Soekarno dan Hatta.
"Kalau disebut semua namanya sejarah. Kalau misalnya dalam Serangan Umum 1 Maret disebut semua tanggal sekian, persiapan dari sini lalu ada pesawat lewat, belok kiri, kanan, itu sejarah," tuturnya menambahkan.
Mahfud juga menegaskan bahwa jejak sejarah keterlibatan Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 tidak hilang meski tak dicantumkan dalam Keppres. Pasalnya, nama Soeharto dan tokoh-tokoh lain yang terlihat tetap ada dalam buku naskah akademik.
"Jejak sejarah tidak hilang dan ditulis dalam buku ini. Bahkan pernah dalam satu halaman itu nama Pak Harto ditulis dua kali, jadi tidak hilang jejak sejarahnya," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya menyindir Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Presiden RI kedua, Soeharto sebagai sosok yang berperan dalam peristiwa itu.
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso meminta semua pihak agar jangan sekali-kali menghilangkan sejarah. Selain Jenderal Soedirman dan Sri Sultan Hamengku Buwono, ada nama Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Komentar
Posting Komentar